
Masker kini telah menjadi suatu bagian penting di hidup kita selama satu tahun belakangan. Tetapi, meski penggunaan masker merupakan salah satu kunci utama untuk menekan angka penyebaran virus COVID-19, masker medis sekali pakai memiliki dampak yang buruk pada lingkungan – namun seringkali masyarakat mengalami dilema dalam penggunaan masker kain terkait kepraktisan dan perawatannya. Merespon hal ini, seorang desainer grafis asal Utrecht, Belanda, Marianne de Groot-Pons, mengembangkan sebuah masker wajah sekali pakai yang dapat terurai dan menumbuhkan bunga.

Pada bulan Februari 2020 lalu, organisasi pelestarian lingkungan, OceansAsia, mengadakan sebuah riset di Kepulauan Soko, Hong Kong, di mana mereka menemukan 70 sampah masker medis hanya dalam jarak 100 meter dari garis pantai dan tambahan sebanyak 30 masker ketika mereka kembali seminggu kemudian. Sekarang, ketika penggunaan masker sudah menjadi persyaratan resmi untuk ke luar rumah, jumlah limbah yang dihasilkan diprediksi akan semakin besar. Sebuah jurnal dari American Chemical Society juga melansir bahwa semenjak pandemi, penggunaan masker setiap bulannya mampu mencapai sekitar 129 miliar masker.
Sebagian besar masker sekali pakai ini terbuat dari polypropylene, sebuah material sejenis plastik, yang sulit untuk terurai. Setiap tahun, diperkirakan lebih dari delapan juta ton plastik mencemari lautan. Plastik-plastik ini tidak akan menghilang tetapi akan secara perlahan terurai menjadi mikro-plastik yang masuk ke rantai makanan dan dapat memiliki efek seperti racun untuk binatang laut yang tidak sengaja memakannya.

Hal inilah yang mendorong Marianne de Groot-Pons, biasa dipanggil Marie, untuk menciptakan masker Marie Bee Bloom. Selama bertahun-tahun bekerja sebagai desainer grafis untuk perusahaan raksasa Unilever, Marie menyadari bahwa terkadang pekerjaannya tanpa sengaja ikut andil dalam pencemaran lingkungan, entah itu dari proses pencetakan maupun penggunaan kemasan produk. Maka dari itu, ia ingin memberi sesuatu kembali ke lingkungan. Setelah berminggu-minggu melihat puluhan masker sekali pakai mencemari jalanan di dekat rumahnya, suatu hari Marie terbangun dan mendapat sebuah ide untuk membuat masker sekali pakai yang dapat terurai dan mengandung biji bunga di dalamnya. Ia ingin membuat bumi, lebah, dan orang-orang disekitarnya bahagia dengan tumbuhnya bunga-bunga tersebut.

Mengangkat tajuk #Bloomtheworld, seluruh material yang digunakan untuk memproduksi masker ini, mulai dari tali telinga hingga tinta yang digunakan untuk menulis merek masker, menggunakan bahan organik yang baik untuk lingkungan. Dibuat oleh sebuah studio lokakarya komunitas di Belanda, permukaan masker terbuat dari kertas beras (rice paper) yang dicampur oleh tujuh variasi benih bunga liar asal Belanda seperti desi, petunia, juga baby’s breath. Pekerjaannya sebagai desainer grafis membuat Marie terinspirasi oleh penggunaan kertas-kertas daur ulang yang mengandung benih bunga yang sering digunakan sebagai material kartu undangan. Namun untuk membuat sebuah masker yang nyaman digunakan, Marie mencari material kertas yang tipis dan ringan hingga mudah dilipat dan dibawa, yang kemudian ia temukan pada kertas beras.
Tali pengait telinga terbuat dari bulu domba yang proses produksinya (pengambilan bulu, pemintalan, dan pencucian) dilakukan sendiri oleh Marie dan timnya di Swedia. Di samping kanan dan kiri masker, Marie menyematkan sebuah liontin bunga yang berfungsi untuk menyesuaikan panjang tali masker. Liontin ini terbuat dari karton telur yang telah tidak terpakai. Tidak berhenti sampai situ, Marie juga menggunakan lem berbahan dasar tepung kentang (potato starch) dan stempel logo yang warnanya diambil dari tumbuhan. Apabila ditanam, disiram air, dan mendapat cukup cahaya matahari, masker ini akan mulai menghasilkan tunas dalam tiga hari saja.
Dengan bahan dasar yang organik ini, Marie selalu mengingatkan konsumennya untuk merawatnya dengan hati-hati karena masker Marie Bee Bloom bersifat lebih rapuh jika dibandingkan masker medis atau masker kain pada umumnya. Meski begitu, cara penggunaan masker ini tidak rumit karena bisa dipakai seperti saat kalian menggunakan masker-masker lain. Hanya saja, ketika sudah tidak ingin dipakai, kamu dapat memisahkan permukaan masker dengan tali wolnya dan menanamnya untuk membiarkan bibit bunga dalam masker tersebut tumbuh. Walaupun pengguna kemudian tidak ingin menanamnya, penggunaan bahan-bahan organik dalam masker Marie Bee Bloom akan meminimalisasi dampak buruk terhadap lingkungan.

Kendati manfaatnya yang inovatif terhadap pelestarian lingkungan, terdapat hal yang masih menjadi sorotan, yaitu proteksi yang disediakan oleh masker Marie Bee Bloom. Menurut situs resminya, Marie menerangkan bahwa masker ini memberi proteksi dengan tingkatan yang sama dengan masker kain rumahan dan belum diuji secara klinis untuk efektivitasnya dalam menangani virus COVID-19.

Saat ini, masker Marie Bee Bloom tersedia dalam satu paket berisi 5, 10, dan 15 masker. Secara hitungan harga satuan, satu masker Marie Bee Bloom diberi kisaran harga €3 sampai €5 atau sekitar Rp 50.000-Rp 85.000 tergantung jumlah masker dalam satu paket. Namun, dikarenakan Marie masih menggunakan benih-benih bunga yang tumbuh di Belanda, distribusi masker ini saat ini masih hanya tersedia di Eropa. Marie menyebutkan ke depannya ia berharap agar masker ini dapat diproduksi secara lokal di berbagai belahan dunia dengan menggunakan benih-benih tanaman atau bunga yang berasal dari sumber daya alam setempat.
Untuk mengetahui masker Marie Bee Bloom lebih lanjut, kunjungi situs resmi mereka di mariebeebloom.com.
Penulis: Nabila Nida Rafida & Mega Saffira | Editor: Mega Saffira | Sumber: Marie Bee Bloom | Dezeen | American Chemical Society | Springwise | Country Living | Energy Live News | Prestige Online | Your Soldier



[…] Marie Bee Bloom: Masker Organik Sekali Pakai yang Dapat Tumbuh Menjadi Bunga […]
LikeLike