Block Printing: Teknik Cetak Balok Kayu pada Tekstil Asal India

Meski teknik cetak pada olah latar tekstil pertama kali ditemukan di Cina, India telah berhasil mengembangkan satu teknik cetaknya sendiri sejak 4.500 tahun yang lalu. Block printing merujuk pada teknik pencetakan motif pada sebuah kain yang dilakukan secara manual dengan memanfaatkan ukiran pada sebongkah kayu. 

Catatan tertua berisi penggunaan teknik block printing ditemukan pada peradaban lembah Indus sekitar 3.500 hingga 1.300 SM. Berbagai jenis jarum, spindel, dan fragmen kain katun yang digunakan untuk block printing telah ditemukan di berbagai situs penggalian di Harappa, India. 

Memasuki abad ke-12, beberapa kota di India bagian selatan, barat, dan timur tengah menjadi pusat perdagangan untuk kain cetak berkualitas tinggi. Tidak hanya itu, pencetakan dengan balok kayu dan pewarnaan bahan katun menjadi sesuatu yang umum diproduksi di Rajasthan dan Gujarat. Produksi akan produk-produk ini menjadi sangat besar sampai kedua daerah tersebut menjadi pusat ekonomi negara. 

Walau begitu, tekstil dengan teknik block printing baru mendapat momentumnya pada periode Mughal di tahun 1960an. Di periode ini, pola yang dihasilkan pun ikut berkembang. Sebelumnya, motif block printing kebanyakan berbentuk abstrak dan geometris, fokus desain utamanya berfokus pada penggunaan bentuk seperti segitiga, persegi, dan persegi panjang. Setelah memasuki periode Mughal, pola yang dihasilkan lebih banyak menggunakan gambar dari alam seperti bunga, pohon kehidupan, tanaman merambat, buah-buahan, sayuran, bahkan hewan-hewan seperti burung merak, gajah, dan angsa pun banyak ditemukan. 

Beberapa contoh balok kayu yang digunakan pada teknik cetak balok India.
(Foto: Dok. The New York Times, foto oleh Abishek Bali)

Saat ini, penggunaan teknik block printing dapat ditemui di sebagian besar wilayah di India dengan ciri khasnya masing-masing. Seperti pada Rajasthan, misalnya, yang terkenal dengan motif penuh warna mereka yang menggambarkan para dewa, manusia, dan burung, sedangkan di daerah Gujarat, motif ajrakh dengan motif geometris, perempuan, dan burung lebih sering ditemukan tercetak pada kain dengan menggunakan pewarna alam dominan merah dan hitam.

Selain dibedakan berdasarkan motif, block printing juga terbagi ke dalam tiga sub-teknik, yaitu

  1. Discharge printing

Pertama-tama, kain akan diwarnai terlebih dahulu. Pada bagian yang akan diberi pola, bahan kimia akan diaplikasikan untuk menghapus pewarna pada bagian tersebut. Setelah pewarna sudah diangkat, pola akan dicetak lalu diwarnai ulang.

  1. Immediate block printing

Teknik ini biasanya hanya diaplikasikan pada kain katun atau sutra. Sebelum dicetak, kain yang digunakan akan diputihkan lalu kembali diwarnai sesuai kebutuhan. Setelah itu, block printing akan dilakukan sebanyak dua kali untuk membuat sketsa pola dan mengisi pola tersebut dengan warna.

  1. Resist printing

Pada dasarnya, teknik ini serupa dengan teknik batik cap. Sebelum dimasukkan ke dalam pewarna, bagian kain yang tidak ingin diwarnai akan dilapisi dengan sebuah campuran menyerupai lem yang berasal dari resin atau tanah liat. Pewarna yang masuk ke dalam kain melalui celah lem tadi akan memberi hasil akhir yang bergelombang. Setelah itu, block printing pun dilakukan di atas bagian yang ditutupi lem tersebut.

Proses pengukiran motif pada balok kayu. (Foto: Dok. Collective Gen)

Meski memiliki beberapa perbedaan kecil pada tekniknya, secara garis besar kain dengan block printing melalui sebuah proses produksi yang sama. Sebelumnya, para artisan akan mengukir balok yang akan mereka gunakan menggunakan palu kecil, pahatan, atau bor untuk menghasilkan suatu pola. Setelah diukir, balok-balok ini dicelupkan ke dalam mustard oil dan ditinggalkan selama minimal satu minggu untuk meminimalkan potensi terjadinya kerusakan pada balok ketika terekspos kondisi kering. Untuk membuat balok ini lebih tahan lama, para artisan juga membuat beberapa lubang kecil untuk membiarkan balok tersebut “bernapas.”

Beberapa bahan alam yang digunakan sebagai bahan pembuat cairan pewarna kain.
(Foto: Dok. Eco Age, foto oleh Shine Bhola)

Ketika balok sudah bisa digunakan, para artisan pun mulai mencuci bersih kain yang akan digunakan dari serat pati (starch) sebelum diwarnai, diberi lapisan lem, atau diputihkan (menyesuaikan teknik block printing yang akan digunakan). Kain dengan teknik block printing yang autentik akan menggunakan pewarna alam, seperti buah delima kering, jaggery (sejenis gula aren khas India), gom (getah kayu), dan kotoran kambing , untuk mendapatkan warna hitam, merah, dan krem yang khas. Setelah diwarnai, kain akan dijemur, dicuci kembali untuk menghilangkan warna berlebih, dan dijemur kembali. Setelah kering, kain akan disematkan di atas sebuah meja untuk dicetak polanya.

Proses pengeringan kain yang sudah dicelup dalam pewarna dasar.
(Foto: Textile Design Techniques)

Pencetakan dengan block printing memiliki urutan tertentu yang harus diikuti di mana pencetakan dilakukan dari kiri ke kanan dan dari luar ke dalam. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerapihan pola dan warna yang akan dihasilkan. Jumlah balok kayu yang digunakan bisa berbeda-beda karena satu balok hanya bisa digunakan untuk satu pola dan satu warna saja. Biasanya, sebuah kain dengan block printing hanya membutuhkan 4-5 balok, tetapi untuk beberapa kain lain yang menggunakan pola dan variasi warna yang beragam, seperti motif  Tree of Life’ dari Farrukhabad dapat menggunakan sebanyak 200-300 balok.

Proses pencetakan motif pada kain menggunakan cetakan balok kayu.
(Foto: Textile Design Techniques)


Berkembangnya teknologi pada industri manufaktur tekstil dan modernisasi pakaian sedikit demi sedikit menggeser nilai-nilai tradisional dari block printing di India. Bahkan, tidak sampai satu persen dari masyarakat India yang menggunakan wastra tradisional India dalam kehidupan sehari-hari. Ada pun yang memakainya, terkadang lebih memilih pakaian tradisional yang tidak autentik dengan pewarna kimia dan sistem produksi massal menggunakan mesin. Keadaan kembali dipersulit dengan perubahan iklim di berbagai daerah di India yang berimbas pada berkurangnya sumber air. Mengingat teknik ini membutuhkan banyak air untuk proses produksinya, tentu krisis ini mengancam eksistensi teknik block printing tradisional.

Penulis: Nabila Nida Rafida | Editor: Mega Saffira | Sumber: Fibre2Fashion | Vogue | Eco Age | The New York Times | Esamskriti.com

Leave a comment