Zero Waste Daniel: Label Fesyen Tanpa Limbah Karya Daniel Silverstein

Setelah mengetahui fakta mengenai besarnya jumlah limbah produksi fesyen yang harus berakhir di tempat pembuangan sampah, Daniel Silverstein, seorang desainer fesyen asal Brooklyn, New York, tidak dapat hanya berpangkutangan saja. Ia pun mendirikan Zero Waste Daniel, sebuah label fesyen yang khusus memproduksi pakaian dari material sisa produksi industri fesyen. Tak sekedar mendukung penerapan prinsip circular fashion, secara visual pun karya Daniel memiliki daya tarik tersendiri yang membuatnya menjadi sorotan di dunia fesyen, khususnya di antara label fesyen yang mengangkat nilai berkelanjutan (sustainability).

Daniel Silverstein, atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Zero Waste Daniel”, merupakan seorang desainer yang terkenal menerapkan prinsip zero waste, baik dalam menjalankan bisnisnya maupun dalam kehidupannya sehari-hari. Di tahun 2015 lalu, ia mendirikan label fesyennya sendiri yang bertajuk ZWD (akronim dari Zero Waste Daniel) yang memiliki spesialisasi dalam produk pakaian athleisure yang kebanyakan terdiri dari kaus, sweatshirt, celana jogger, jaket anorak, hingga aksesoris seperti tas dan masker. Tak hanya menyambungkan kain-kain limbah produksi menjadi lembaran kain, Daniel juga memberi perhatian lebih dan pemikiran yang matang dalam desainnya, sehingga mampu mengolah potongan-potongan kain yang mulanya acak tersebut seperti mosaik yang menyerupai berbagai bentuk seperti portret wajah, pola geometris, dan bentuk lainnya.

Daniel selalu memperkenalkan material ZWD dengan sebutan “limbah pra-konsumen dan pasca-produksi”, atau dalam kata lain, ZWD memproduksi barang dengan material sisa produksi yang didapat dari label desainer lain, toko-toko tekstil, atau pabrik pakaian lokal di daerahnya.

Perjalanan Karir Daniel Silverstein

Portret Daniel Silverstein, otak kreatif dibalik Zero Waste Daniel.
(Foto oleh Vincent Tullo, Dok. The New York Times)

Daniel lahir di Pennsylvania, Amerika Serikat, dan pindah bersama keluarganya ke New Jersey ketika berumur 10 tahun. Sejak kecil, Daniel sudah menyadari bahwa ia ingin memiliki masa depan di industri fesyen. Bahkan, saat dia berumur 4 tahun, Daniel sering mendandani boneka Barbie milik saudara perempuannya dengan menggunakan kertas alumunium dan tissue. Ketika ia menyentuh umur 14 tahun, Daniel mulai mengikuti kelas akhir pekan yang diadakan oleh Fashion Institute of Technology (FIT), New York, dan membuat desain pertamanya berupa gaun prom untuk teman-teman di sekolahnya.

Saat menjadi seorang senior di FIT, Daniel mengikuti kompetisi Clinton Global Initiative dan menciptakan desain zero waste dalam bentuk jeans yang berasal dari material yang ia daur ulang. Meski tidak berhasil memenangkan kompetisi tersebut, guru Daniel berhasil melihat potensi di balik karyanya dan meminta Daniel untuk mempertahankan ide tersebut.

Kain-kain perca sisa produksi yang disortir sesuai warna memudahkan Daniel untuk mendesain bentuk mosaik pada karyanya.
(Foto oleh Vincent Tullo, Dok. The New York Times)

Setelah lulus, ia bekerja sebagai desainer pakaian rajut untuk label Victoria’s Secret. Di waktu luangnya, Daniel akan berselancar di internet dan melihat-lihat pagelaran fesyen terbaru dalam rangka mencari inspirasi untuk desain sweater-nya. Daniel pertama kali sadar bahwa produksi fesyen meninggalkan begitu banyak limbah sisa ketika ia sedang membuat pola untuk sweater terbarunya yang berbentuk asimetris. Akibat siluetnya yang asimetris, banyak sisa potongan kain yang tergeletak di lantai studionya. Melihat itu, Daniel pun mulai menghitung dan menyadari bahwa dari setiap sweater yang ia produksi, hanya sebanyak 53 persen kain yang digunakan. Dari 10.000 sweater yang ia produksi, terdapat kurang lebih 5.000 yards kain yang ia buang. Tidak lama dari itu, Daniel meninggalkan pekerjaannya di Victoria’s Secret untuk membangun bisnis zero waste-nya yang diberi nama “100%NY” dengan seorang teman kuliahnya. Sebelum beralih pada streetwear, di awal pembangunan bisnis, Daniel mengeluarkan pakaian-pakaian yang lebih formal seperti cocktail dress dan setelan jas.

Beberapa hasil olahan kain perca yang dikaryakan Daniel menjadi mosaik portret figur-figur legendaris.
(Foto: Dok. Eco Cult)

Sayangnya, bisnis bersama temannya ini harus ditutup di tahun 2015 setelah American Apparel, sebuah toko retail terbesar di Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka mengalami kebangkrutan dan meninggalkan dirinya dengan pesanan yang belum dibayar senilai USD30.000. Akhirnya Daniel mengemas studionya dan berencana untuk membuang seluruh sisa kainnya. Ketika sedang menyeret kantong sampah berisi kain-kain tersebut, kantong tersebut robek sehingga isinya pun berserakan di lantai. Saat itu Daniel berpikir bahwa dia tidak bisa membuang semua kain ini karena hal itu bertentangan dengan prinsipnya. Alhasil, ia membawa kembali kain-kain tersebut ke rumahnya dan membuat sebuah kaus oblong dengan teknik patchwork untuk dirinya sendiri. Siapa sangka, foto kaus ini seketika menyita perhatian banyak orang ketika Daniel mengunggahnya ke Instagram. Daniel pun menyewa sebuah kios di sebuah pasar loak dan berhasil menjual seluruh kaus yang ia buat.  

Melihat antusiasme ini, Daniel memiliki ide untuk membangun ZWD.  Dengan bantuan ayahnya dan seorang profesor dari New York University, Tuomo Tiisala, yang membeli kausnya, Daniel berhasil membuka studio baru di sebuah tempat kecil di Manufacture New York dan bekerja sama dengan sebuah  pabrik manufaktur untuk mengambil kain sisa produksi yang mereka miliki. Pakaian yang ditawarkan oleh ZWD memiliki sistem yang sedikit berbeda dengan label pakaian kebanyakan. Mereka hanya memproduksi item sesuai pesanan yang datang dan akan selesai dalam waktu empat sampai enam minggu. 

Zero Waste Daniel, DSNY dan Serial Komedi Digital

Daniel Silverstein (kiri) bersama karya-karya kolaborasinya dengan DSNY.
(Foto: Dok. Buzzfeed)

Di tahun 2017, dengan bantuan sosial media, Daniel dan karyanya pun kembali viral. Ia mendapat berbagai undangan liputan dari berbagai media informasi seperti Now This, Insider, Buzzfeed, dan Mashable. Salah satu pakaian yang mendapat banyak perhatian adalah hasil kolaborasinya dengan Department of Sanitation New York City (DSNY) pada tahun 2019 lalu. Memanfaatkan sisa tenda promosional DSNY, Daniel berhasil menciptakan sebuah jaket parka dan celana dengan desain serupa berwarna oranye terang. Tidak hanya itu, ia juga mendaur ulang material lain yang berasal dari seragam lama petugas DSNY dan barang berbahan dasar kain lain yang sudah tidak terpakai seperti taplak meja, celemek, dan bahkan beberapa bagian dari truk DSNY. Dari kolaborasi ini, ZWD berhasil merilis 16 item pakaian tanpa menghasilkan limbah sisa.

Sebelumnya, di tahun 2018, Daniel diundang untuk berpartisipasi dalam New York Fashion Week. Daniel tidak pernah berkeinginan untuk mengikuti produksi musiman dalam industri fesyen. Menurutnya hal ini membawa dampak buruk terhadap lingkungan sekitar. Maka dari itu, ia memanfaatkan kesempatan yang diperoleh untuk membuat sebuah acara stand-up berjudul “Sustainable Fashion is Hilarious” dan pada tahun 2020 lalu, dan ia merilis sebuah serial komedi digital dengan judul yang sama.

Menurut keterangan Daniel, serial ini merupakan kombinasi antara fesyen dan komedi dan alternatif yang ia pilih untuk berpartisipasi dalam pekan mode tanpa harus benar-benar melakukannya. Ia ingin serial yang diproduksinya ini dapat menyebarkan pesan tentang keberlanjutan dalam industri fesyen ke lingkup audiens yang lebih luas.

Prinsip Zero-waste dalam Keseharian Daniel Silverstein

‘Creation’ Jacket, salah satu produk ZWD yang dibuat menggunakan jaket denim bekas.
(Foto: Dok. Zero Waste Daniel)

Daniel tidak hanya menerapkan prinsip zero waste dalam bisnisnya, namun juga dalam kehidupannya sehari-hari. Sebisa mungkin, ia selalu memasak semua makanan yang ia konsumsi, hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik yang biasanya digunakan untuk produk-produk yang dijual di pertokoan. Di saat ia membeli sesuatu dan harus membuang kemasan yang datang dengan produk tersebut, ia akan mencari tahu terlebih dahulu apakah ada barang yang bisa ia produksi dengan kemasan tersebut? Apakah ada artisan di sekitarnya yang membutuhkan kemasan ini untuk karyanya? Kalau tidak, bagaimana cara yang benar untuk membuang kemasan itu agar meminimalkan dampak negatifnya di lingkungan?

Dengan adanya pandemi COVID-19, banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh para pelaku bisnis terutama terkait anggaran produksi mereka. Tentu hal ini berpengaruh terhadap ZWD dan beberapa label sustainable lain. Meski begitu, Daniel tetap optimis dapat menyampaikan pesan sustainable fashion ke publik. Tahun ini, Daniel berencana untuk berkolaborasi dengan beberapa pelaku wirausaha yang bergerak di bidang sustainability untuk membuat sebuah proyek editorial untuk memicu dampak positif dalam sektor teknologi, energi terbarukan, kuliner, dan daur ulang tekstil.

Meski awalnya memiliki kekhawatiran di awal pandemi, Daniel menyadari bahwa kesempatan ini dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mendorong dirombaknya kembali format industri fesyen yang sudah terlalu “beracun.” Banyak rumah mode besar yang mulai keluar dari kalender fesyen musiman dan pagelaran mode secara daring meningkat sehingga lebih banyak konsumen dapat diraih, dana dapat dialokasikan untuk membuat perubahan yang lebih positif, dan pada akhirnya industri fesyen dapat mengurangi limbah produksinya.


Untuk mempelajari lebih lanjut tentang Daniel dan ZWD, kunjungi situs resmi mereka di zerowastedaniel.com

Penulis: Nabila Nida Rafida | Editor: Mega Saffira | Sumber: SpellBrand | Forbes | The New York Times | Buzzfeed News | WWD | CR Fashion Book

2 comments

Leave a comment