“pui:krahkyany”: Sutra Bunga Teratai dari Danau Inle, Myanmar

Tekstur kainsutra bunga teratai dengan warna alami.
(Foto: Dok. Counting Flowers)

Di tengah Myanmar, lebih tepatnya lagi pada Danau Inle, terdapat komunitas pertama di dunia yang memproduksi sutera bunga teratai, atau yang dalam bahasa aslinya disebut dengan istilah pui:krahkyany. Komunitas ini bernama Desa Inn Paw Khon, yang terdiri atas rumah-rumah panggung yang dibangun di atas danau, di mana kumpulan bunga teratai dibudidayakan di atasnya. Dari batang-batang bunga teratai itulah kemudian para pengrajin menenun kain sutera teratai. Teknik ini sudah dipraktikkan lebih dari 100 tahun yang lalu dan, meski dahulu menjadi sebuah teknik yang umum dijumpai di Asia Tenggara, sekarang menjadi salah satu wastra tradisional yang paling langka dan paling mahal di dunia di mana satu meter dari kain ini dapat dipatok seharga 450 USD.

Sekumpulan bunga teratai yang tumbuh di Desa Inn Paw Khon, Danau Inle. (Foto: Dok. AseanRecord.World)

Teknik ini lahir dari tangan seorang penenun lokal bernama Paw Sar Ou yang menyadari bahwa tangkai bunga teratai terbentuk dari serat-serat halus layaknya benang pada pakaian. Keindahan bunga teratai yang menggambarkan kemurnian pikiran dalam agama Buddha menginspirasi Paw Sar Ou untuk mengubah bunga teratai menjadi sebuah jubah biksu sebagai bentuk pengabdian dan persembahan suci kepada Buddha. Menurut legenda, Paw Sar Ou menghabiskan waktu kurang lebih setahun penuh untuk untuk mengekstrak dan menenun serat bunga teratai menjadi garmen yang kemudian ia berikan ke seorang kepala biara.

Serat bunga teratai bersifat halus dan fleksibel. Walaupun bukan serat yang paling praktis untuk diolah, namun serat bunga teratai memiliki nilai agama dan budaya yang signifikan di Myanmar. Dalam pengajaran agama Buddha, bunga teratai menggambarkan kemampuan seseorang untuk mengatasi situasi sulit dan menyadari potensi diri, layaknya sebuah bunga teratai yang bermekaran dengan indah meski harus tumbuh di atas permukaan lumpur.

Mengubah Bunga Teratai hingga Membentuk Kain

Bentuk serat yang diekstrak dari dalam batang bunga teratai. (Foto: Pinterest)

Secara keseluruhan proses produksi kain tenun menggunakan bunga teratai terbagi menjadi tiga tahapan. Tahap pertama adalah ekstraksi serat dari bunga teratai. Setiap tahun, bunga teratai akan dipanen saat musim hujan karena panjang bunga teratai akan memanjang mengikuti tingkat curah air dan dianggap memiliki kualitas yang baik ketika air dalam kondisi pasang. Setelah dipanen, masing-masing tangkai bunga dipotong menggunakan pisau dan dengan hati-hati ditarik terpisah agar serat-serat halus di dalamnya pun terlihat. Proses ini seharusnya dilakukan dalam 24 jam sejak dipanen untuk menjaga kondisi batang bunga teratai yang masih basah sehingga lebih mudah diuraikan. Serat-serat dari dalam batang tersebut kemudian direndam dan digulung untuk membentuk benang. Proses ini akan terus diulang hingga terbentuk sekumpulan benang yang panjang. Tahap ini menjadi tahapan yang paling penting karena membutuhkan kesabaran yang ekstra. Maka dari itu, biasanya pengrajin pada tahap ini biasanya merupakan orang tua dan lansia karena anak muda cenderung memiliki tingkat kesabaran yang lebih rendah.

Di tahap kedua, pengrajin lain akan memintal serat mentah ini hingga menjadi sebuah gulungan besar dengan menggunakan alat pemintal yang biasanya terbuat dari roda sepeda yang sudah tidak digunakan lagi. Warna alami benang bunga teratai sedikit menyerupai warna krem, maka untuk menciptakan tekstil dengan warna yang lebih beragam, para pengrajin biasanya akan mewarnai benang di tahap ini menggunakan pewarna alam yang berasal dari kulit pohon, biji-bijian, buah nangka, dan daun bunga teratai. Tahap terakhir adalah ketika para pengrajin menenun benang dari serat teratai tersebut hingga menjadi sebuah produk jadi, seperti jubah atau syal, menggunakan alat tenun bukan mesin.

Proses pemintalan serat bunga teratai
(Foto: Dok. Pichayada Promchertchoo untuk Channel News Asia)

Proses produksi kain tenun menggunakan serat bunga teratai merupakan sebuah kegiatan yang labor intensive, yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama dan tenaga serta keterampilan tangan yang tinggi. Sebuah syal kecil membutuhkan sekitar 4.000 tangkai bunga teratai, proses pengekstrakan selama sehari penuh, dan produksi selama dua bulan. Satu set jubah biksu membutuhkan 220.000 tangkai bunga teratai, 60 penenun, dan waktu pengekstrakan yang minimal memakan waktu selama 10 hari. Proses kompleks ini pun akhirnya menghasilkan produk dengan kain yang terlihat seperti linen tetapi memiliki kelembutan layaknya sutra.

Penggunaan Kain dengan Teknik Lotus Weaving

Kain yang terbuat dari kombinasi sutra bunga teratai dan sutra biasa seringkali diproduksi untuk variasi desain juga efisiensi modal. (Foto: Dok. Pichayada Promchertchoo untuk Channel News Asia)

Karena memiliki simbol yang sakral, kain tenun dari bunga teratai sebagian besar digunakan untuk jubah para biksu dan penutup lain yang digunakan saat kegiatan keagamaan Buddha. Namun kini banyak pula pengrajin yang mulai membuat kain ini untuk keperluan komersial seperti syal dan kerudung. Sayangnya, sampai saat ini masih jarang ditemukan pengrajin yang memproduksi pakaian menggunakan material ini karena proses produksinya yang dianggap rumit. Biasanya, para pengrajin ini akan menjual kain mereka untuk para desainer atau mengekspornya ke negara lain seperti Jepang.

Pada tahun 2010, sepasang desainer asal Italia, Sergio dan Pier Luigi Loro Piana, pendiri label Loro Piana, merilis 20 jas berwarna coklat muda menggunakan kain bunga teratai di mana satu jas diberi harga senilai 5.000 USD. Bahkan, Piana sampai melakukan sebuah penelitian ke Myanmar untuk mempelajari tentang teknik ini selama empat bulan dan mendokumentasikan perjalanannya itu ke dalam sebuah buku berjudul Lotus Flower: A Textile Hidden In the Water.

Gerbang memasuki Khit Sunn Yin Lotus, In Paw Khon
(Foto: Dok. Emily Lush untuk The Textile Atlas)

Karena statusnya yang tergolong langka, pemerintah Myanmar pun mencari cara untuk terus melestarikan warisan budaya ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendirikan Khit Sunn Yin Lotus di Desa Inn Paw Khon sebagai pusat tenun kain bunga teratai. Tidak hanya menjadi pusat produksi dan perdagangan tekstil tenun dari bunga teratai, para pengrajin di Khit Sunn Yin Lotus juga menawarkan sebuah tur bagi para pengunjung untuk mempelajari proses pembuatan kain tersebut. Selain Myanmar, sutra bunga teratai juga kini diproduksi oleh pengrajin di negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Kamboja.

Penulis: Nabila Nida Rafida | Editor: Mega Saffira | Sumber: Ann Heritage Inle, WSJ, Irra Waddy, The Textile Atlas, Channel News Asia

One comment

Leave a comment